Press "Enter" to skip to content

POLA-POLA ARKAIK INDONESIA

POLA-POLA ARKAIK INDONESIA

Adalah Y. Boelaars, dalam bukunya Kepribadian Indonesia Modern (Gramedia, 1971) yang mencoba memetakan mentalitas dasar kelompok-kelompok masyarakat (etnik) di Indonesia berdasarkan mata pencaharian pokoknya. Dasar pemikirannya adalah bahwa faktor ekonomi hidup kolektif akan banyak menentukan bangunan fikiran dan budayanya, hal-hal materiak duniawiyah yang merupakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya akan banyak menentukan mentalitas kelompok.

Berdasarkan tempat hunian masyarakat sukupurba untuk melangsungkan hidup ditengah hutan rimba raya yang tak kuasa mereka taklukkan, yang disebutnya masyarakat peramu, sebagian lagi hidupdi daerah perbukittan, yang disebut masyarakat peladang, kemudian masyarakat sawah yang di daerah daratan-daratan rendah yang subur, serta kaum maritim yang hidup di daerah pesisir.

Mentalitas atau cara hidup dan cara berfikir masyarakat peramu adalah, bersikap konsumtif, bersikap independent dan percaya diri yang tinggi, pandai berimprovisasi, egaliter, dan tidak memegahkan diri (tidak sombong). Mentalitas kaum peladang adalah, produktif, konsumtif, dependen-independen (mentalitas ganda) mementingkan hubungan daerah dari pada hubungan lokalitas, mentalitas keluarga (marga) yang kuat, pentingnya peranan perantara dalam interelasi dan interaksi dengan pohak luar.

Memtalitas kaun pesawah adalah, produktif, ketergantungan kelompok yang kuat dari pada kebebasan, mengenal organisasi kerja dalam kelompok besar, solidaritas yang tinggi, pentingnya lokalitas bagi sistem kekerabatan. Mentalitas orang maritim adalah, mobilitasnya yang tinggi, sangat independen dan percaya diri, sikap pragmatik, persainganan dan penguasaan teknik yang tinggi, serta harga tdirinya yang tinggi.

Tentu saja dalan perkembangan historisnya, ciri-ciri mentalitas tersebut saling bertautan, sehingga kita anya dapat melihat mentalitas mana yang lebih dominan dalam masyarakatnya. Artinya bahwa pergolonggan mentalitas semacam itu tidak dapat dikenakan untuk menilai karakteristik suku-suku tertentu di Indonesia. Masyarakat Jambi misalnya, bisa dimasukkan dalam kelompok masyarakat maritim, namun karakter budayanya dapat saja mengandung unsur-unsur peladang atau peramu, tetapi yang jelas bukan pesawah, meskipun kemudian mentalitas sawah masuk juga ke dalamnya sebagai pikiran dari luar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *